Senin, 31 Mei 2010

Belajar dalam konsepsi masyarakat Sunda Buhun

Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian menulis “Hala-hayu goreng-rampes ala Guru” (Sengsara dan bahagia, baik dan buruk, tergantung bagaimana dia belajar). Agar selamat dalam hidup kita harus belajar.

Cara orang belajar menurut karuhun orang Sunda yang tertulis dalam buku/kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, adalah sebagai berikut (Danasasmita, S.et.al., 1987 :103-104) : :

1. Guru Nista (belajar dari kenistaan orang lain agar terhindar dari perbuatan tersebut, seperti Ada orang mati ketika mencuri, mati ketika menggerayangi rumah orang, mati waktu menodong, mati waktu merangkum, dan segala perbuatan hianat).

2. Guru Panggung (Pelajaran yang dapat diambil dari kisah yang kita tonton atau kita dengarkan, seperti kalau kita menonton Wayang atau mendengarkan juru pantun).

3. Guru Tangtu (Belajar dari apa yang kita baca)

4. Guru Wreti (Belajar melalui pengamatan terhadap hasil karya orang lain, seperti ukiran, lukisan dan sebagainya).

5. Guru Rare (Mendapat ilmu dari anak).

6. Guru Kaki (mendapat pelajaran dari kakek)

7. Guru kakang (Mendapat pelajaran dari kakak)

8. Guru ua (mendapat pelajaran dari toa / ua / kakak ibu-bapak).

9. Guru hawan (Mendapat pelajaran di tempat bepergian, di kampung tempat bermalam, di tempat menumpang).

10. Guru Kamulan (Mendapat pelajaran dari Ibu-bapak).

11. Guru Pendeta, Guru Mulya, Guru Premana, Guru kaupadesaan, disebut juga Catur utama (empat keutamaan), yaitu Berguru kepada maha pendeta.